CURHAT: Saat menulis curhatan ini tanpa terasa air mata saya
terus mengalir. Saya sedih dan merasa
tidak berdaya.
Saya tak sengaja menemukan media ini, saat saya sedang mencari-cari solusi
untuk masalah yang saya hadapi, saya menemukan artikel yang berkaitan dengan
hubungan dengan suami di rubrik Curhat. Jadi saya segera menulis masalah saya
ini, dengan harapan penuh agar saya mendapat solusi yang tepat dan membuat saya
bersemangat lagi.
Saya ibu rumah tangga dengan satu anak usia 5 tahun. Saya menikah sudah 7
tahun. Sebelum menikah saya bekerja dan tetap bekerja sampai usia anak saya 2
tahun. Saat itu ada adik kandung suami yang baru tamat SMA dan tinggal di rumah
kami, jadi ada yang membantu menjaga anak kami di rumah.
Setelah adik ipar kuliah di lain kota, saya masih bertahan bekerja dengan
mempekerjakan seorang ART yang juga bisa menjaga anak. Namun baru 3 bulan
diasuh ART anak kami sakit-sakitan dan badannya jadi kurus.
Suami menyarankan saya berhenti bekerja agar bisa fokus mengurus anak. Awalnya
saya berkeberatan, mengingat penghasilan saya cukup lumayan, sedangkan suami
baru membuka usaha dengan temannya, sehingga penghasilannya tidak pasti.
Saya khawatir kondisi ekonomi kami akan memburuk kalau saya berhenti
bekerja, selain juga saya tidak terbiasa meminta uang kepada suami.
Tapi mengingat kondisi anak yang kian hari kian menyedihkan, dengan berat
hati saya mengundurkan diri dari pekerjaan.
Awalnya semua berjalan baik. Anak menjadi sehat kembali dan keuangan kami
baik-baik saja.
Namun ketika pandemi melanda, bisnis suami memburuk. Kondisi keuangan kami
morat-marit. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena kalau saya kembali
bekerja anak kami siapa yang mengurus? Semua keluarga tinggal di luar kota.
Yang membuat saya menjadi lebih nelangsa, suami sangat tidak mempercayai
keuangan rumah tangga kepada saya.
Jadi, sejak saya tidak bekerja, dia yang belanja kebutuhan rumah tangga.
Kalaupun kami sama-sama pergi belanja, dia yang pegang uang. Saya yang memilih
belanjaan, dia yang membayar. Kadang sekilas saya lihat pandangan heran pedagang
atau pembeli lain pada sikap suami, tapi saya pura-pura tidak tahu. Walau dalam
hati sedih.
Saya pernah protes mengapa uang belanja rumah tangga tidak dia kasih saja
ke saya biar saya kelola. Dengan santai dia jawab, “Yang tahu jumlah uang kita kan
saya, jadi saya yang bisa memperkirakan berapa yang harus dikeluarkan.”
Dia memang tidak pernah memberi tahu berapa penghasilannya. Jadi uang penghasilannya
sepenuhnya dia yang pegang.
Boleh dibilang saya sudah puasa total
beli skincare, karena pernah saya minta uang untuk beli bedak, suami marah
sampai teriak. Menurut dia, saya tidak memikirkan bagaimana dia bekerja banting
tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saya kaget dan sedih sekali. Sejak
itu saya tidak pernah minta apa pun kepada suami.
Sesekali dia memang memberi saya uang untuk isi dompet, saat saya mau
keluar rumah bersama anak. Namun jumlahnya tidak seberapa. Itulah yang saya
gunakan untuk membeli keperluan pribadi saya, termasuk bedak.
Menyedihkan sekali hidup saya saat ini. Saya sering lihat status mantan teman-teman
kantor, mereka sedang belanja make up, berlibur atau makan di resto mewah
dengan teman-temannya. Sedangkan saya, hanya di rumah mengurus rumah tangga dan
anak dari waktu ke waktu. Kalau sudah begitu saya hanya bisa menangis
diam-diam.
Satu-satunya kemewahan yang ada di rumah kami adalah wifi. Jadi saya bisa
mengisi hari-hari saya saat punya waktu luang dengan menonton Youtube. Kadang
saya merasa iri dengan ibu-ibu rumah tangga yang bisa membuat konten yang
menghasilkan uang cukup banyak.
Sementara saya serba keterbatasan. Mau buat konten masak, peralatan masak
saya sudah jelek semua. Dan masakan yang saya bisa masak hanya masakan rumahan
yang serba sederhana. Apa mungkin akan menarik?
Saya juga pernah coba memulai bisnis dengan membuat makanan kecil dan saya
jual secara online, ternyata tidak laku. Akhirnya saya berhentikan, karena
modalnya juga sudah tidak ada.
Mohon saran apa yang sebaiknya saya lakukan untuk membuat saya lebih
berdaya? Dan tidak menjadi putus asa karena dari hari ke hari saya merasa hidup
saya tidak pernah berubah.
Terimakasih banyak atas sarannya.
Lulina – Jakarta Timur
SARAN:Simpati kami atas apa yang sedang Anda alami. Kami yakin,
selain Anda masih banyak wanita-wanita muda seperti Anda yang mengalami
pengalaman yang serupa.
Menjadi ibu rumah tangga total dan tidak memiliki penghasilan, memang
sebuah tantangan besar bagi seorang wanita yang sebelumnya pernah berkarier
atau bekerja.
Bisa memiliki uang sendiri dan membelanjakan sesuai keinginan sendiri,
adalah sebuah kondisi yang sangat didambakan semua orang, tidak hanya wanita.
Pukulan telak yang Anda rasakan adalah ketika Anda tidak memiliki penghasilan,
lalu suami tidak memberi kepercayaan kepada Anda untuk mengelola keuangan rumah
tangga.
Memang masing-masing manusia memiliki sifat dan karakter berbeda. Suami
Anda bersikap demikian, ada juga suami yang menyerahkan semua penghasilannya
kepada istrinya, dan tidak mau tahu sama sekali bagaimana cara mengelolanya.
Saat dia perlu uang baru dia minta kepada isrinya.
Jadi, memang masing-masing rumah tangga berbeda cara pengaturannya dan
berbeda pula masalahnya.
Saran kami, daripada Anda menyesali kondisi yang ada, lebih baik mensyukuri
dulu apa yang ada di depan mata.
Suami Anda sangat bertanggung jawab pada keluarga. Ia berusaha keras untuk
memenuhi semua kebutuhan keluarga. Walaupun sedikit dia masih memberi Anda uang
saku untuk keperluan pribadi Anda.
Terima, jalani, nikmati dan syukuri saja dulu kondisi Anda saat ini.
Bersyukur Anda, suami dan anak sehat. Kebutuhan dasar Anda sekeluarga
terpenuhi.
Manfaatkan fasilitas wifi di rumah Anda untuk belajar banyak hal dari
Youtube atau medsos yang ada.
Bila Anda iklas menjalaninya, maka Anda tidak akan merasa terbebani. Nikmati
kebersamaan Anda dengan anak tercinta. Bisa melihat dan mendampingi saat ia
tumbuh kembang adalah karunia yang tak ternilai harganya.
Dan anggap saja Anda juga sedang mempersiapkan diri untuk kembali berkarier.
Terus memanfaatkan fasilitas yang ada secara memaksimal. Kumpulkan beragam
info, ilmu dan pengalaman orang lain sebagai bekal Anda untuk kembali berkarier
suatu saat nanti.
Yang penting juga Anda ingat, jangan pernah membandingkan kehidupan Anda
dengan kehidupan orang lain. Karena masing-masing orang, memiliki masalah atau
ujian sendiri dalam hidupnya.
Lebih baik Anda terima kondisi Anda
saat ini sebagai karunia, yang mungkin akan menjadi kenangan indah Anda dan
keluarga suatu saat nanti. Ketika anak Anda sudah dewasa, berhasil dalam hidupnya,
maka pengorbanan Anda hari ini, tidak akan dia lupakan dan tidak lagi menjadi
masalah bagi Anda.
Bahkan mungkin Anda malah bersyukur dan merasa bangga dengan keputusan Anda:
memilih mendampingi anak ketimbang terus berkarier, tapi kondisi anak tidak
terurus baik.
« Prev Post
Next Post »