CURHAT: Saya betul-betul perlu bantuan saat ini. Karena saya merasa sangat diperlakukan tidak adil oleh ibu mertua saya.
Memang sebetulnya keluarga suami kurang begitu setuju dengan perkawinan
saya dan suami. Ibu mertua inginnya suami kuliah S2 dengan beasiswa di luar
negeri, tapi suami malah bekerja dan menikah dengan saya.
Sekarang saya sudah menikah selama 6 tahun dan memiliki seorang anak
laki-laki usia 5 tahun. Sebelum memiliki anak saya bekerja sebagai asisten manager
HRD di sebuah perusahaan swasta.
Setelah memiliki anak saya merasa tidak tega menitipkan anak ke ART.
Kebetulan juga keluarga saya di luar kota, sedang keluarga suami meski satu
kota tapi tinggal agak jauh dari tempat tinggal kami.
Sejak awal menikah saya dan suami memang sepakat untuk tinggal pisah dengan
mertua ataupun ipar. Jadi kami putuskan mengontrak rumah tidak jauh dari kantor
suami.
Berkunjung ke rumah mertua kami usahakan seminggu sekali di akhir pekan.
Sementara mertua atau ipar jarang berkunjung ke rumah kami. Karena memang
hubungan saya dan mertua juga ipar biasa saja, alias tidak terlalu dekat dan
tidak terlalu jauh. Mertua juga kalau kami berkunjung hanya sibuk bermain
dengan anak kami.
Suatu kali tanpa memberi tahu lebih dulu, tiba-tiba ibu mertua saya
berkunjung ke rumah. Kebetulan saya hari itu sedang kurang sehat, jadi setelah
menyiapkan keperluan suami sebelum berangkat bekerja dan antar anak ke TK yang
dekat rumah, saya tiduran di sofa. Sambil menunggu jam pulang sekolah anak,
saya nonton drama di tv.
Saat membukakan pintu, mertua melihat saya dalam kondisi agak mengantuk dan
dia lihat tv sedang menyiarkan drakor.
Dia tidak lama di rumah, hanya basa-basi sebentar menyerahkan oleh-oleh
untuk anak kami, setelah itu beliau pamit. Keluarga suami memang baru pulang
dari berlibur..
Sebelum pulang ibu mertua pesan, “Kalau bisa sementara suami sedang kerja
keras di luar rumah, kamu jangan malas-malas. Ngapain kek, jualan online atau
bikin apa aja kegiatan yang positif dan produktif,” katanya dengan suara datar.
Deg, saya merasa terpukul sekali. Rasanya seperti ditinju petinju kelas berat.
Muka saya merah karena malu, kepala saya pusing, dada saya berdebar kecang dan hati
saya sakit sekali.
Hanya karena dia sekali-kalinya lihat saya tiduran dan menonton tv di
rumah, langsung saya dicap sebagai pemalas?
Beberapa menit setelah mertua pulang, suami saya telepon. Saya tahu pasti
ibunya sudah mengadu ke dia.
Saya langsung jelaskan ke suami kalau saya lagi kurang sehat dan tidak siap
ibunya berkunjung. Suami saya menenangkan saya, tapi dia bilang, “Jangan
dipikirkan. Santai aja. Ibu kan nggak tahu kalau kamu sudah capek ngurusin saya
dan anak. Selain itu, hak kamu untuk bersantai di rumah sendiri,” katanya
menenangkan.
Rasanya saya ingin teriak, “Saya bukan pemalas! Tapi saya kurang sehat!”
Namun rasanya sia-sia, jadi saya diam saja. Pembelaan saya rasanya tak ada
gunanya. Image saya di mata ibu mertua sudah terlanjur terbentuk: pemalas!
Terus terang saya jadi makin berat berkunjung ke rumah mertua dan berkumpul
dengan keluarga suami. Karena saya yakin Ibu sudah menelepon beberapa
kerabatnya, untuk menceritakan ‘temuannya’ yang super gurih untuk dijadikan
bahan gosip.
Bersama ini saya mohon saran, apa yang sebaiknya saya lakukan? Kondisi
seperti ini sangat menyiksa saya. Rasanya saya gak kuat diperlakukan seperti
orang yang bersalah terus, sementara suami saya selalu bersikap santai,
menganggap sikap ibunya biasa saja.
Saya tunggu sekali sarannya. Terimakasih banyak.
Putria – Medan
SARAN: Kami sangat memahami perasaan Anda. Selalu menjadi ‘sasaran tembak‘ ibu mertua.
Karena memang awal kisah Anda masuk ke dalam kehidupan beliau kurang
berkenan baginya. Jadi sangat wajar bila ia selalu mencari pembenaran bahwa pendapatnya
benar: pilihan anaknya salah!
Memang harus ada usaha khusus untuk mematahkan cap yang sudah telanjur
beliau berikan kepada Anda.
Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga memang bukan hal yang mudah. Hanya
sesama ibu rumah tangga yang mengerjakan semua sendiri, yang bisa memahami.
Diluar itu, mereka menganggap pekerjaan rumah tangga sangat ringan, tidak perlu
pakai tenaga dan pikiran sama sekali.
Padahal itu salah besar. Menjadi ibu rumah tangga seratus persen adalah
pekerjaan yang sangat menguras tenaga, pikiran, emosi dan mirisnya tanpa
penghargaan yang sepadan.
Harus iklas total untuk bisa menjalani dengan nyaman dan santai, tanpa itu:
sangat berat fisik maupun mental.
Pekerjaan yang itu-itu saja dan tidak pernah selesai serta tidak kelihatan
hasilnya secara signifikan. Mulai dari menyiapkan sarapan suami dan anak,
menyiapkan baju kerja dan baju seragam anak, mengantarkan anak ke sekolah, beberes
rumah, mencuci pakaian, menyetrika, berbelanja, memasak, menghidangkan makanan,
membereskan meja makan, menemani anak belajar, menemani suami ngobrol.
Sampai mereka sudah tidur, tugas Anda belum juga selesai, harus memikirkan
besok pagi sarapan apa juga bekal apa lagil untuk mereka? Memikirkan dan
mengatur menu bukanlah hal mudah.
Mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri: capek sekali. Dan yang
menyedihkan: tidak ada yang peduli dengan rasa penat yang Anda alami. Saat
sakit pun kadang masih diharapkan urusan rumah tangga beres-beres aja.
Tapi itulah kenyataan yang ibu rumah tangga di negeri kita ini umumnya
alami, sejak dulu, bahkan sampai saat ini. Karena masih kental di budaya kita
yang menganggap pekerjaan rumah tangga adalah tugas wanita!
Beruntung bila suami mau membantu beberapa pekerjaan rumah tangga. Tapi
masih banyak suami yang menganggap pekerjaan rumah tangga sepenuhnya tugas
istri, sedang tugas suami mencari nafkah di luar rumah.
Berbeda bila suami dibesarkan di keluarga yang sudah menganggap pekerjaan
rumah tangga adalah tugas suami istri dan anggota rumah semua. Sehingga sudah
dibiasakan berbagi tugas rumah tangga antara suami istri dan anak-anak. Namun
hal itu masih jarang diterapkan dalam keluarga Indonesia..
Memang ada wanita yang memiliki kemampuan lebih; selain bisa menangani
semua pekerjaan rumah tangga sendiri, dia juga masih bisa mengisi waktu dengan
berbisnis online ataupun offline. Berjualan atau memproduksi sesuatu. Ada juga
yang bekerja paruh waktu ataupun mengajar beberapa kali dalam seminggu.
Namun ada juga, jangankan mengerjakan pekerjaan lain atau berbisnis, mengerjakan pekerjaan rumah tangga pun harus dengan bantuan ART. Tanpa ART dia merasa tak berdaya.
Jadi memang masing-masing orang memiliki kemampuan yang
berbeda. Ada yang canggih dalam mengatur waktu, ada juga yang merasa selalu
kekurangan waktu.
Mungkin karena keingininan yang tinggi, kondisi yang mendesak, seorang ibu
rumah tangga penuh (tanpa ART sama sekali), masih memiliki sisa waktu untuk
kegiatan lain yang produktif.
Saran kami, sementara tenangkan diri saja. Anggap saja kunjungan mertua
sebagai cubitan untuk Anda. Mumpung Anda masih muda dan memiliki jaringan
pertemanan yang luas, mungkin mulai bisa iseng-iseng berbisnis.
Untuk mencari inspirasi, kira-kita bisnis apa yang bisa Anda lakoni di
sela-sela kegiatan sebagai ibu rumah tangga, bisa menonton konten-konten
Youtube yang dibuat oleh ibu-ibu rumah tangga Indonesia di dalam negeri maupun
di luar negeri.
Banyak sekali contoh nyata ibu rumah yang memiliki beberapa anak dan tanpa
bantuan ART, masih tetap bisa bekerja paruh waktu, menerima pesanan makanan
kecil, menerima pesanan tumpeng, membuat tempe, peyek, krupuk dan sebagainya.
Atau membuat kerajinan, aksesoris, mengajar yoga, mengajar bahasa ataupun
menjadi agen properti.
Jadi coba ‘jawab’ tuduhan ibu mertua dengan langkah positif. Mulai browsing
kira-kira kegiatan produktif apa yang bisa Anda lakoni.Jangan dulu berpikir
profit. Cukup sekadar mengisi waktu dulu.
Semoga upaya Anda sedikit demi sedikit ada hasilnya dan Ibu Mertua tercinta
akan mengakui bahwa Anda bukanlah menantu yang pemalas, tapi menantu yang:
produktif dan membanggakan.
« Prev Post
Next Post »