CURHAT: Setiap kali Lebaran tiba, saya selalu merasa dilema. Di momen hari raya itu seharusnya saya
memaafkan orang yang bersalah pada saya, tapi khusus untuk suami, sangat sulit
bagi saya untuk memaafkan.
Kami sudah menikah 10 tahun lebih dan dikaruniai seorang anak usia 9 tahun.
Saat pernikahan kami menginjak tahun ke-8 suami saya pergoki sedang VC dengan
seorang wanita. Dia tidak menyadari saya berada di belakang dia. Saya berusaha
mendekat untuk tau siapa wanita itu, tapi tidak terlalu jelas. Tapi dari nada
suaranya, mereka bicara dengan sangat akrab dan penuh rayuan.
Saya sangat syok, tapi saya tahan. Suami yang sedang asyik bicara mesra
dengan seorang wanita lain, saya yang deg-degan dan malu sekali.
Sungguh saya tidak menyangka suami saya yang selama ini penuh perhatian dan
sayang sekali dengan saya dan anak, ternyata diam-diam berkhianat.
Baru beberapa hari kemudian saya memberanikan diri bertanya tentang VC mesra
dia dengan seorang wanita. Spontan dia menyanggah dan menuduh saya memata-matai
dia. Tiba-tiba sikapnya yang selama ini manis kepada saya, berubah menjadi
kasar dan terus menyalahkan saya. Dia menuduh saya cemburu buta dan membatasi
ruang geraknya.
Dan yang lebih menyedihkan, dia langsung bersikap dingin sejak saya tegur
itu. Bicara dengan saya hanya basa basi. Dia lebih banyak bermain dengan anak
kalau di rumah. Selalu berangkat kantor pagi sekali dan pulang menjelang larut
malam.
Karena saya tidak tahan dengan sikapnya itu, saya curhat dengan sahabat
saya yang juga teman sekantor suami (saya dan suami dulu teman satu kantor).
Saya bilang suami kepergok dengan VC mesra dengan wanita, saya tanya: kamu tau
gak siapa wanita selingkuhan suami saya?
Awalnya sahabat saya mengelak, dia bilang tidak ingin mencampuri urusan
rumah tangga kami. Apalagi dia juga teman baik suami saya di kantor.
Tapi setelah saya desak, akhirnya dia pun cerita. Bahwa memang santer gosip
di lingkungan kantor, bahwa suami saya sedang dekat dengan karyawati baru
bagian IT.
Mereka sering makan siang berdua, pulang berdua dan bahkan ada yang pernah
lihat mereka nonton bioskop saat pulang kantor.
Seperti mau pingsan saya mendengar penjelasan sahabat saya itu. Begitu tega
suami saya berselingkuh di belakang saya. Sementara saya sengaja keluar kerja
agar bisa fokus mengurus anak dan dia.
Sakit, pedih, terluka, malu dan merasa tidak berharga karena dilecehkan
sedemikian rupa oleh orang yang selama ini saya percayai.
Sambil menangis saya membereskan beberapa pakaian saya dan anak. Lalu saya
tinggalkan rumah, pulang kampung ke rumah orangtua. Saya WA dia dan bilang
tidak akan pulang sebelum dia membuktikan tidak lagi berhubungan dengan wanita
itu.
Berulang kali dia telepon dan WA saya minta maaf. Tapi saya bertahan sampai
2 minggu di kampung. Ketika dia mengatakan akan menjemput saya, baru saya
putuskan pulang.
Sejak peristiwa itu suami selalu meyakinkan saya bahwa dia hanya khilaf dan
tidak akan mengulangi perbuatannya. Namun saya belum bisa melupakan sikapnya
saat dia berselingkuh dan belum bisa memaafkan pengkhiatannya kepada saya.
Lebaran baru berlalu, tapi saya tetap belum bisa memaafkan suami. Beban
batin saya setiap hari Lebaran, karena belum bisa memaafkan kesalahannya.
Bersama ini saya mohon saran, apa yang seharusnya saya lakukan agar bisa
memaafkan suami dan melupakan pengkhianatannya yang sangat menyakitkan itu?
Terimakasih banyak.
Andriani – Magelang
SARAN: Sangat bisa dimaklumi bila Anda belum bisa memaafkan
suami yang pernah berkhianat. Apalagi Anda sebagai seorang istri yang sangat
percaya pada suami.
Kenyataan bahwa suami yang Anda sangat percayai ternyata berselingkuh,
membohongi Anda, sangat sulit Anda terima. Terbayang bagaimana syok nya Anda
ketika menangkap basah langsung hubungan terlarang suami dengan wanita itu.
Namun Anda juga jangan membiarkan diri Anda terus menerus dalam
penderitaan. Terus merasa tidak nyaman dan terus dilanda kecurigaan pada suami.
Bagaimanapun ada ungkapan orang zaman dulu yang mungkin bisa Anda terapkan
dalam kehidupan rumah tangga: ketika suami atau istri berselingkuh berarti dia sedang
tergelincir, dan istri atau suami sebaiknya membantu untuk pasangannya tidak sampai terjatuh.
Jadi intinya, memang tugas istri dan suami salah satunya adalah membantu pasangannya saat
dia sedang ada masalah. Walaupun masalah yang sedang suami Anda hadapi sangat
menyakitkan perasaan Anda.
Mungkin dalam hati Anda bilang: ya kalau bicara saja memang enak: maafkan,
lupakan. Tapi saya yang menjalani nggak segampang itu, ini masalah perasaan, harga
diri dan kepercayaan.
Betul sekali, Anda menikah tentu atas dasar rasa sayang, cinta dan
kepercayaan. Dan ketika semua hal itu dihancurkan oleh pengkhianatan, tentu
akan hancur dan sulit untuk mengembalikan seperti semula.
Tetapi kembali lagi pada niat Anda berdua saat memutuskan untuk membina
rumah tangga, tentu ingin sehidup semati. Terpisahkan hanya oleh maut. Dan
harus disadari, dalam perjalanan rumah tangga tentu saja ada badai, gelombang
dan ujian.
Nah, saat ujian datang dan gelombang menerpa, kekuatan pondasi rumah tangga
yang dipertaruhkan. Ketika Anda merasa sulit memaafkan suami dan terus dihantui
oleh pengkhiantannya, bagaimana Anda akan melanjutkan biduk rumah tangga Anda.
Apalagi ketika suami Anda sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi. Memang perlu waktu untuk membuat luka batin Anda sembuh.
Meski demikian ada yang perlu Anda ubah, yakni cara berpikir Anda. Bila Anda selama ini merasa
suami mengkhianati janji setiannya kepada Anda sebagai istrinya, mungkin
sebaiknya mulai diubah.
Bahwa ketika dia mengucapkan janji suci saat pernikahan, dia sedang
berjanji kepada dirinya sendiri dan Sang Pencipta. Jadi, ketika dia berkhianat,
sesungguhnya dia sedang mengkhianati dirinya sendiri dan Sang Pencipta.
Begitu juga bila Anda yang, maaf, mungkin pada posisi suami Anda:
berselingkuh dengan pria lain, misalnya. Maka Anda sesungguhnya sedang
mengkhianati diri sendiri dan Sang Pencipta.
Dengan berpikir demikian, rasa marah karena terkhianati akan pelan-pelan
berkurang. Karena apa yang suami Anda lakukan sesungguhnya suatu kebodohan;
karena dia mengkhianati dirinya sendiri dan harus pula dia pertanggungjawabkan
di hadapan Sang Pencipta.
Dan menyimpan rasa marah, rasa kesal, jengkel dan sebagainya sangatlah
tidak nyaman. Sebagai gambaran, ketika Anda menyimpan marah dan kecewa pada
suami, berarti Anda membawa perasaan itu kemana pun Anda pergi, seperti
menyeret-nyeret toksit atau sampah beracun dalam diri Anda. Akibatnya, bisa
fatal, Anda awalnya sakit secara psikis akhirnya bila tidak segera disingkirkan
akan menjadi sakit fisik.
Sangat merugikan diri sendiri. Sementara itu suami Anda mungkin sudah
merasa tenang karena mengira Anda sudah memaafkan dirinya.
Selain itu, jangan biarkan diri Anda merasa tidak berdaya. Bisa jadi hal
itu karena Anda bergantung seratus persen secara finansial kepada suami.
Buatlah diri Anda menjadi berdaya dan didengar suaranya oleh pasangan,
yakni bila Anda juga memberi kontribusi secara finansial dalam keluarga
Dan, maaf, bila suatu saat ternyata ada apa-apa dengan suami, dimana mengancam
finansial suami, Anda masih tetap bisa
bertahan. Mengingat Anda memiliki anak yang menjadi tanggung jawab suami juga
Anda sebagai seorang ibu.
Semoga dengan saran ini Anda bisa lebih lapang hati, lebih ringan saat melangkah dan menatap masa depan dengan lebih optimistis. Berbahagia bersama suami dan anak tercinta.***
Foto ilustrasi:Pexel
Artikel terkait: Memergoki Suami Teman Selingkuh
#masalahrumahtangga
CURHAT:majalahwanita8@gmail.com
« Prev Post
Next Post »