CURHAT: Saya seorang mahasiswi dari Sumatra yang sedang mengikuti kerja praktek di perusahaan di Jakarta selama 3 bulan.
Beruntung sekali ada seorang kakak kelas saat SMA yang tinggal di Jakarta dan punya sebuah apartemen dekat kantor
tempat saya kerja praktek. Dia menawari saya untuk tinggal dengan dia, karena
kebetulan apatemennya ada 2 kamar.
Dia bilang tak perlu membayar apa-apa, karena saya kan masih mahasiwa,
belum punya penghasilan.
Saya bersyukur sekali dapat kemudahan ini. Dengan senang hati saya pun
menerima tawarannya.
Awalnya semua berjalan baik. Kami saling kerjasama membersihkan apartemen
dan kadang-kadang memasak. Kadang dia WFH kadang WFO. Begitu juga saya, meski
masih kerja praktek tapi juga kadang WFH dan WFO. Di saat waktu senggang kami
mengobrol.
Setelah hampir satu bulan ini tinggal bersama, saya mulai merasakan kurang
nyaman saat mengobrol dengan teman saya ini. Dia cenderung melihat segala hal dengan
kacamata negatif.
Apapun topik pembicaraan selalu dia tarik ke arah negatif. Misalnya, lift
apartemen ada yang macet, maka dia akan bilang: ini pengelola mau ambil untung
aja, harusnya kan lift diservis secara rutin.
Belum lagi kalau dia menelepon teman kantor atau keluarganya di Sumatra dan
tidak diangkat, dia akan mengomel panjang lebar. Begitu juga kalau dia
menghadapi masalah sedikit saja, beragam keluhan bahwa dirinya tidak pernah
mendapat kemudahan, selalu diberi hambatan dan tidak pernah beruntung.
Pernah saya coba menanggapi dengan mengatakan bahwa dia beruntung sekali
punya kerjaan bagus, punya aparteman nyaman dan sebagainya.
Tak terduga dia malah makin mengeluhkan kehidupannya yang tidak bahagia.
Dia cerita beragam masalah dalam keluarga dan pekerjaannya.
Setelah itu saya jadi tidak berani menanggapi lagi keluhannya. Saya
dengarkan saja sampai dia berhenti sendiri.
Terus terang saya merasa beruntung dapat tempat tinggal nyaman dan dekat
kantor selama di Jakarta, tapi menghadapi sikap teman yang selalu negatif dan
suka mengeluh itu, membuat saya stres.
Kalau dia sedang di apartemen saya kadang menghindar dengan tinggal di
kamar lama-lama. Tapi kadang suaranya cukup keras saat mengelun, misalnya
mengeluhkan hujan yang tiba-tiba datang, AC yang tidak begitu dingin dan
sebagainya.
Perasaan kurang nyaman saya ini selama ini hanya saya simpan sendiri, tapi
saya lama-lama merasa stres.
Mau pindah tidak enak hati, nanti dia pasti bertanya alasan saya mau
pindah. Apalagi kerja praktek saya
tinggal 2 bulan lagi.
Apa yang bisa saya lakukan untuk menghadapi teman seperti ini? Apakah saya
perlu menyampaikan keberatan saya atas sikapnya? Tapi apa dia tidak tersinggung?
Adakah cara yang baik untuk menanggapi keluhannya dan membuat dia berkurang
mengeluh?
Saya tunggu sekali sarannya. Terimakasih banyak.
Dini – Jakarta
SARAN: Manusia memang memiliki beragam gaya dalam menyikapi hidupnya.
Contohnya Anda dan teman ini. Dari penuturan Anda, sekilas saja bisa terlihat Anda
tampaknya selalu berusaha bersyukur sementara dia lebih suka mengeluh.
Seperti pengakuan teman Anda itu, bahwa ia memiliki banyak masalah dalam
hidupnya. Tekanan batin yang dia rasakan berat. Dan tampaknya dengan mengeluh
dia merasa lega. Saat mengeluarkan keluhannya itu, dia seperti mengeluarkan
beban hidupnya. Membuat tekanan batinnya berkurang.
Namun masalahnya, orang yang mendengar keluhannya yang merasa terbebani.
Karena menampung keluhan, ucapan-ucapan negatifnya dan harus disimpan
sendiri.
Berteman dengan orang yang suka mengeluh seperti berteman dengan orang yang
suka merokok, sementara kita sendiri tidak merokok. Jadi kita seperti menjadi perokok pasif. Saat dia mengeluh,
seperti orang yang mengeluarkan asap rokok dan menghembusakan langsung ke wajah
Anda.
Sangat menjengkelkan dan sangat berbahaya untuk kesehatan. Dan karena yang
dihembuskan adalah berupa keluhan, maka yang terancam adalah kesehatan mental
Anda, itulah sebabnya Anda merasa stres.
Dan dia tidak tahu bahwa akibat kebiasaannya mengeluh itu sudah merugikan
orang lain.
Lalu apa yang sebaiknya Anda lakukan? Karena selama ini Anda pernah mencoba
mengarahkan dia untuk mensyukuri apa yang dia punya, tapi dia malah makin
ngegas mengeluhnya.
Coba ambil hikmah mengapa Anda bisa dapat tempat kerja praktek di lokasi
yang dekat dengan tempat tinggal teman itu? Dan Anda bisa tinggal di
apartemennya secara gratis?
Selain merupakan rezeki Anda, mungkin Anda mendapat ‘tugas’ dari Sang
Pencipta, untuk membantu teman tersebut.
Jadi saran kami, terima kesempatan Anda tinggal dengan teman itu sebagai
sebuah paket keberuntungan sekaligus kesempatan Anda membantu dia.
Lapangkan pikiran dan hati Anda untuk menerima segala keluhannya. Supaya tidak
bertumpuk menjadi toksit dalam batin Anda, iklaskan bahwa Anda siap membantu
semampu Anda.
Saat dia mengeluh dengarkan dengan baik dengan sikap empati. Setelah
selesai, tepuk bahunya sambil mengatakan: Kamu
hebat selama ini bisa menghadapi semua masalah dengan tegar. Saya salut sama
kamu!
Anda bisa menanggapi keluhannya dengan, misalnya memberi contoh orang yang
tadinya menghapi banyak masalah dalam hidupnya, setelah berusaha berdamai
dengan dirinya sendiri, bergabunng dengan komunitas yang dia minati, akhirnya
jadi lebih bahagia.
Mungkin awalnya dia tidak akan terlalu menanggapi cerita Anda, tapi jangan
putus asa. Kebiasaan yang sudah mendarah
daging, tidak mudah untuk diubah. Apalagi kalau dia sendiri tidak ingin
mengubahnya.
Teruslah tanggapi apapun yang dia keluhkan dengan hal-hal positif. Kalau
dia mulai bicara hal yang negatif segera belokkan dengan cerita-cerita yang positif
dan menyenangkan.
Begitu juga kalau dia mulai mengeluh, cari hal positif dari dirinya. Lalu bilang,
misalnya, “Eh kamu tuh jago banget masak
ya. Semua masakan kamu enak. Kenapa kamu gak bikin konten masak di Youtube,
pasti seru lho.”
Dengan Anda berempati pada apa yang dia hadapi dan menanggapi dengan cara
yang lebih mengarahkan ke hal positif, semoga pelan-pelan teman Anda akan
berubah.
Pelan-pelan bantu dia untuk bisa melihat kehidupan dengan kacamata positif.
Dengan memberi contoh bagaimana Anda menghadapi masalah. Semua masalah hadapi
dengan tenang dan sabar serta fokus untuk mencari solusi.
Tidak perlu mengeluh, karena mengeluh hanya akan membuat masalah menjadi
lebih rumit. Mengeluh seperti menarik diri kita pada kubangan yang pekat dan
gelap. Membuat kita terus terlilit masalah dan sulit merasa bahagia.
Tunjukkan bagaimana nyamannya kalau kita pandai bersyukur dan berpikir
positif. Selain hidup terasa lebih ringan dan bahagia, apa pun masalah yang
datang selalu ada saja jalan keluarnya.
Terimalah ‘tugas mulia’ Anda ini
dengan iklas dan sabar sehingga memberi nilai positif untuk kehidupan Anda dan
teman Anda itu.***
Foto ilustrasi: Unsplash
#temansukamengeluh
#temanselalunegatif
#sukamengeluh
#berpikirnegatif
#membantuteman
#temanbermasalah
#mengeluh
#negatif
#solusi
CURHAT:majalahwanita8@gmail.com
« Prev Post
Next Post »