CURHAT: Kalau orang melihat saya kasat mata secara finansial, pasti saya dianggap orang yang paling beruntung dan paling berbahagia. Bahkan di masa pandemi yang mayoritas bidang usaha tumbang, usaha kami tetap jalan seperti biasa.
Saya (36 tahun) juga menikah dan punya dua anak, laki-laki dan perempuan
usia pra remaja. Suami saya pengusaha yang sukses. Kami tinggal di daerah elit
di Jakarta Selatan, di rumah mewah dengan halaman luas, lengkap dengan kolam
renang dan arena bermain anak.
Singkat cerita, saya memiliki semua yang orang impikan. Rumah indah di
lingkungan bagus, mobil mewah, usaha sukses, keluarga utuh dan anak-anak yang
sehat. Semua ada di tangan saya sekarang.
Dulu, saat kondisi ekonomi kami masih pas pasan, saya kira kalau kehidupan
finansial kami membaik, maka kami akan bahagia.
Namun ternyata saya salah. Ketika kondisi finansial keluarga kami sudah
membaik bahkan berlebih, entah mengapa hati saya malah tidak pernah merasa
nyaman. Saya selalu merasa gelisah dan was-was. Kehidupan saya cenderung
menjemukan. Padahal kami sekeluarga sering berwisata ke luar negeri dan berlibur
di destinasi wisata utama di dalam negeri.
Saya sering merasa bosan, tak berdaya. Kurang semangat dan tidak tahu mau
melakukan apa. Apalagi saat pandemi sekarang ini, kami tidak bisa berpergian,
jadi lebih banyak di rumah. Rasa bosan makin menjadi-jadi. Tapi saya tidak
memperlihatkan atau menceritakan kondisi saya kepada siapa pun, bahkan suami
dan anak-anak. Mereka tahunya saya baik-baik saja.
Kebetulan anak-anak kami terbilang anak mandiri. Jadi tidak terlalu
menuntut perhatian khusus dari saya. Memang ada ART yang membantu mengurusi
keperluan mereka, tapi mereka juga anak-anak yang manis dan tidak merepotkan.
Kadang saya bingung, mengapa saya begini?
Saya tidak berani bercerita kepada siapa pun, bahkan suami saya. Karena
pasti dia, juga orang lain yang mendengar cerita saya, menganggap saya orang
yang tidak bersyukur.
Padahal, saya sangat bersyukur dengan keadaan saya. Saya tahu banyak orang sedang sulit hidupnya, sementara kami bisa dibilang berlebihan. Jadi saya sangat bersyukur dengan kondisi kami.
Tapi entah mengapa hati saya sering merasa kosong. Saya berusaha mendekatkan
diri pada Tuhan dengan lebih sering beribadah dan membaca kitab suci, tapi semua belum juga
membantu.
Dengan menulis email ke majalah wanita ini, saya berharap ada pandangan
tentang apa yang terjadi pada diri saya.
Apakah saya mengalami gangguan jiwa? Saya tidak akan berani memeriksakan
diri ke psikiater, karena itu akan menjadi isu besar di keluarga kami. Jadi
saya diam-diam menulis email ini, semoga ada jalan keluar untuk saya.
Ditunggu segera sarannya. Terimakasih banyak.
Eliza Y – Jakarta Selatan
SARAN:Betul sekali perkiraan Anda bahwa siapa pun yang melihat kondisi finansial Anda,
pasti menganggap Anda orang paling berbahagia dan beruntung di muka bumi ini.
Namun kenyataannya, Anda malah merasa sebaliknya.
Kalau diumpamakan, saat ini Anda sudah berada di puncak pencapaian
kehidupan. Di posisi Anda ini Anda merasa gamang. Sehingga sering merasa tidak
nyaman dan gelisah. Karena sebetulnya Anda memerlukan ‘pegangan’ yang bisa
membuat hidup Anda seimbang, sehingga Anda tenang dan bahagia.
Memang ukuran kebahagiaan seseorang berbeda-beda. Umumnya seseorang
menggantungkan kebahagiaannya pada hal yang belum ia miliki. Apakah itu benda,
posisi, jabatan ataupun status sosial.
Ketika orang sedang dalam kesulitan ekonomi, ia mengira kalau ekonominya
membaik, ia akan berbahagia. Begitu juga orang yang belum menikah, merasa kalau
dia bertemu jodoh dan menikah dia pasti akan bahagia. Dan, orang yang belum
juga dikaruniai keturunan akan merasa sangat berbahagia bila diberi momongan.
Namun pada kenyataannya, ketika apa yang diharapkan berhasil ia
capai, kebahagiaan yang ia dapatkan hanya sementara. Karena setelah itu,
tuntutan lain sudah menghampiri dirinya, yang membuat ia kembali tak bahagia.
Jadi, memang kebahagiaan itu tidak ada yang menetap, ia akan terus
bergerak. Maka ada istilah: mempertahankan kebahagiaan. Karena memang
kebahagiaan itu harus diupayakan agar tetap
bertahan dalam kehidupan kita.
Dalam problema Anda, tampaknya Anda hanya memerlukan 'pegangan' berupa kegiatan yang membuat
batin Anda terisi. Mungkin Anda pernah mendengar atau membaca, banyak orang
kaya atau selebriti dunia yang menjadi philanthropist atau filantropi.
Filantropi adalah kegiatan membantu sesama manusia dengan menyumbangkan
uang, tenaga dan pikiran untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya
diberikan kepada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal.
Dengan menjadi filantropi, para orang kaya raya itu merasa hidupnya
menjadi lebih seimbang. Karena hidup mereka bermanfaat untuk orang banyak.
Misalnya, menyumbang untuk kegiatan pendidikan di negara miskin. Atau, memberi
donasi secara tetap untuk penelitian penyakit tertentu di negara tertentu.
Anda bisa mencoba mengikuti langkah mereka, dalam skala yang lebih kecil,
sesuai dengan kemampuan Anda.
Anda bisa berdiskusi dulu dengan suami untuk niat Anda berderma. Kalau dia
memberi lampu hijau, mulailah Anda mendata keluarga terdekat Anda dan suami,
yang kondisi ekonominya kurang baik. Lalu beri bantuan secara berkala untuk
biaya pendidikan anak-anak mereka.
Anda harus menekankan kepada
keluarga yang akan Anda bantu bahwa Anda hanya akan membantu biaya
pendidikan secara reguler, tanpa batas waktu dan dalam jumlah yang sudah Anda
tentukan. Hal ini penting untuk menghidari adanya tuntutan yang lebih dari
‘oknum’ keluarga yang mencoba memanfaatkan bantuan Anda.
Atau, bisa juga Anda menjadi donatur tetap untuk sebuah panti asuhan di
dekat tempat tinggal Anda atau di kampung Anda maupun suami.
Melakukan kegiatan sosial secara reguler dan konsisten, adalah bentuk rasa
syukur Anda yang lebih nyata. Jadi bukan sekadar mengucap syukur tanpa memberi
dampak untuk sekitar Anda.
Diharapkan setelah kegiatan amal Anda laksanakan, sedikit demi sedikit rasa
tidak nyaman Anda akan hilang. Berganti dengan rasa senang, puas dan
bahagia, karena batin Anda sudah terisi. Anda merasa bahagia karena bisa berbagi
dan membantu mereka yang tidak mampu.
Kebahagiaan mereka yang Anda bantu akan menular kepada Anda. Senyuman kebahagiaan dan ucapan terima
kasih mereka akan menjadi penyejuk batin Anda. Rasa gamang pun pelan-pelan hilang.
Karena Anda merasa hidup Anda sudah lebih berarti, berguna untuk banyak orang. Batin
Anda yang semula kosong sudah terisi. Rezeki Anda yang berlimpah tersalur di
jalur yang memberi berkah untuk Anda dan keluarga.***
Ilustrasi foto: Unsplash
#memilikisegalatapitakbahagia
#mencarikebahagiaan
#kebahagiaansaatberbagi
#indahnyaberbagi
#bahagiayanghakiki
#kebahagiaan
#berbagi
*CURHAT silakan dikirim ke email: majalahwanita8@gmail.com
« Prev Post
Next Post »