CURHAT: Saya wanita bekerja dengan satu orang anak usia balita. Suami
saya memiliki usaha yang kantornya persis di samping rumah kami. Kebetulan
rumah keluarga suami memiliki halaman yang cukup luas, jadi atas saran mendiang
mertua saat itu, kami membangun rumah dan kantor suami di samping rumah mertua.
Suami adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ayah ibu suami sudah tidak ada
sejak beberapa tahun lalu. Kakak suami seorang wanita yang belum menikah, dia
tinggal di rumah utama yakni ruman mertua saya.
Dia ikut membantu usaha suami. Orangnya agak keras. Kadang dia suka menegur
saya kalau halaman rumah saya agak kotor atau tanaman dalam pot bunga kurang
terurus. Saya menerima tegurannya dengan lapang hati saja, karena memang itu
rumah keluarga mereka, bukan rumah pribadi saya dan suami.
Saya sebelum menikah sudah bekerja sebagai ASN. Kalau saya bekerja, anak
kami diasuh oleh ART yang khusus menangani anak kami saja. Sedang urusan
memasak dan lainnya ada ART lain yang pulang setelah pekerjaan selesai.
Karena saya bekerja, kakak ipar saya kadang ikut mengawasi anak kami. Saya
agak tenang meninggalkan anak di rumah bersama pengasuhnya, karena ada kakak
ipar yang membantu mengawasi. Kalau saya sedang libur atau cuti, kakak ipar jarang
datang ke rumah kami. Dia bilang tidak mau mengganggu saya.
Namun yang jadi masalah, para ART kami umumnya tidak bisa bertahan lama.
Mereka baru beberapa bulan sudah minta keluar. Kalau saya tanya, alasannya
beragam. Saya heran. Saya merasa sudah memperlakukan mereka dengan baik. Hak
mereka saya berikan secara penuh dan tepat waktu. Bahkan saya anggap sebagai
keluarga sendiri. Kalau libur keluar kota atau wiskul selalu kami ajak. Tapi
kok mereka tetap tidak betah.
Selama pandemi dan saya mayoritas WFH, baru terbuka misteri. Ternyata karena sikap kakak
ipar saya. Saat itu saya sedang bekerja di ruang kerja saya di rumah, dia mungkin mengira saya sudah ke
kantor. Jadi dia datang ke rumah. Kedengaran dia mengatur ini itu kepada ART
kami. Karena sedang WFH saya berusaha fokus pada pekerjaan dan mendengarkan
saja apa yang kakak ipar saya katakan pada ART.
Ketika ART kami membuat kesalahan kecil, ia memarahi dengan cukup keras.
Saya kaget sekali. Oh rupanya begitu cara kakak ipar memperlakukan para ART.
Pantas mereka tidak betah.
Sementara selama ini, saya selalu berusaha mengarahkan ART dengan baik
tanpa emosi, karena saya sangat menjaga perasaan mereka agar tidak merasa
tersinggung dan lalu mengundurkan diri.
.Ketika saya bicarakan hal ini dengan suami, dia menyarankan saya untuk sabar. Karena kakaknya itu adalah pengganti ibunya. Jadi dia merasa apa yang dilakukan kakaknya hanya dengan niat membantu kami. Kalau ART bekerja tidak benar ya harus ditegur.
Karena tidak mendapat dukungan suami, saya pun memutuskan untuk bicara
dengan kakak ipar saya secara langsung. Selama ini hubungan kami cukup baik,
tapi memang tidak terlalu dekat. Karena dia orangnya agak tertutup.
Saya sampaikan dengan baik-baik keberatan saya tentang cara dia menegur
ART, yang membuat mereka takut dan mengundurkan diri. Tidak saya duga
reaksinya, dia langsung naik darah dan menunjuk-nunjuk saya. Dia mengatakan
saya tidak berterimakasih sudah dibantu.
Saya tidak menyangka reaksinya begitu keras. Dia mengadu ke suami dan suami
pun menegur saya. Saya jadi serba salah. Sekarang hubungan kami agak renggang.
Dia tidak pernah datang lagi ke rumah kami.
Saya sudah berusaha meminta maaf dengan mengunjungi rumahnya, tapi dia
tidak mau menerima saya. Begitu juga saat saya WA dia tidak menjawab.
Apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi masalah ini? Saya sekarang
memang masih WFH, tapi mungkin bulan depan sudah mulai penuh WFO. ART kami yang
sekarang baru pertama kali kerja dan masih muda, saya takut kalau saya kerja ke
kantor ia akan mendapat tekanan lagi dari kakak ipar saya.
Mohon saran. Terimakasih banyak.
Ita - Kendari
SARAN: Memang dilemma wanita bekerja adalah masalah membagi perhatian
antara rumah tangga dan pekerjaan kantor. Bila ada support system yang baik maka semuanya akan berjalan baik.
Awalnya Anda merasa nyaman karena menyangka kakak ipar Anda adalah bagian
dari support system yang baik untuk Anda. Namun kenyataannya, dia ternyata
adalah toxic people yang tidak Anda
sadari.
Kesabaran Anda tampaknya sedang diuji. Harus menghadapi kakak ipar yang
dominan, suami yang cenderung membela kakaknya serta ART yang bolak balik
mengundurkan diri.
Terbuka misteri mengapa ART Anda selama ini tidak betah sebetulnya sudah
menjadi petunjuk bagus untuk Anda. Bisa dimengerti mengapa para ART tidak
berani menceritakan secara terbuka mengapa mereka mengundurkan diri. Bisa jadi
mereka merasa takut pada kakak ipar Anda. Jadi mereka lebih memilih untuk
bungkam.
Sikap dominan kakak ipar Anda bisa dimengerti, karena ia merasa menjadi
pengganti orangtua suami Anda. Selain itu, maaf, dengan Anda sekeluarga tinggal
di arena tempat tinggal keluarganya, maka ia merasa ‘berhak’ bersikap demikian.
Sebetulnya sikap Anda selama ini menerima dengan sabar perlakukan kakak
ipar sudah sangat bijak. Anda tidak memprotes ketika dia menegur Anda saat
halaman rumah Anda agak kotor dll.
Tapi ketika ia ikut campur pada urusan rumah tangga Anda, yakni ikut
menegur dengan keras ART Anda, tanpa sepengetahuan atau izin Anda, maka dia
sudah melewati batas. Anda berhak untuk merasa berkeberatan.
Yang menjadi masalah adalah sikap suami yang masih cenderung berat ke
keluarganya. Mungkin dia juga berada di posisi sulit; mau membela kakaknya atau
istrinya. Namun karena masih tinggal di rumah keluarga dan kakaknya juga
membantu usahanya, maka ia memilih untuk membela kakaknya. Tanpa dia sadari
bahwa itu membuat Anda sangat tidak nyaman.
Diharapkan dengan Anda menegur cara ipar bersikap pada ART akan membuat dia
lebih berhati-hati.
Anda harus mengajak bicara ART Anda secara khusus. Sampaikan bahwa yang
mempekerjakan dia adalah Anda dan suami, jadi majikan dia adalah Anda dan
suami. Jadi utamakan hal-hal yang dikatakan Anda dan suami.
Kalau ada orang lain di luar itu yang menegur atau lainnya, sebaiknya tidak
harus terlalu didengarkan. Minta ART untuk menyampaikan bila ada hal-hal yang
kurang menyenangkan yang mereka terima saat bekerja, agar bisa dicari jalan
keluarnya.
Dan satu lagi, bila memungkinkan, pelan-pelan bujuk suami untuk mencari
tempat tinggal yang bisa dimiliki secara pribadi. Kalaupun rumah yang Anda dan
suami tempati saat ini adalah warisan keluarga, anggap saja sebagai tambahan
asset.
Privasi adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan berkeluarga. Bila
ada orang lain yang ikut campur dalam keluarga kita, siapa pun itu: mertua,
ipar dan sebagainya, akan menjadi toxic dalam rumah tangga Anda.
Usahakan untuk menghindar dari toxic people bila rumah tangga Anda ingin
tetap utuh hingga maut memisahkan.***
Foto ilustrasi: Pexels/Liza Summer
#dilemmawanitabekerja
#masalahrumahtangga
#bermasalahdenganipar
#wanitabekerja
#rumahtangga
#kakakipar
#supportsystem
#toxicpeople
« Prev Post
Next Post »