Curhat:
Saya ibu dari 2 orang anak remaja. Satu laki-laki umur 15 tahun dan satu lagi perempuan umur 13 tahun. Dengan anak laki-laki saya tidak terlalu ada masalah, karena dia cukup mendengarkan kami sebagai orangtuanya. Dan anak laki-laki saya juga sangat mandiri. Saya juga suami jarang marah kepadanya, sebab urusan sekolah dan lainnya bisa dia urus sendiri dengan baik.
Berbeda dengan anak perempuan saya, kami sering bersitegang. Kadang saya merasa heran sendiri, kenapa kami seperti tidak pernah bisa akur. Ada saja masalah yang membuat kami berdebat, bertengkar dan saling teriak. Kadang suami saya sampai menjadi marah juga ke anak gadis kami itu, karena dia bersikap kurang respek kepada saya sebagai ibunya. Sedangkan dengan ayahnya, anak perempuan kami cuek sekali. Jarang mau berkomunikasi. Suami saya yang kebetulan sibuk dengan usahanya, juga kurang dekat dengan anak. Hanya sesekali saja menanyakan masalah sekolahnya. Dan biasanya dijawab basa- basi aja oleh mereka.
Saya mau minta saran, bagaimana caranya supaya saya bisa berdamai dengan anak perempuan saya. Bagaimana agar dia tidak selalu membantah saran, nasihat dan penjelasan saya?
Terimakasih atas sarannya.
Nia - Bandung
Saran:
Ibu Nia di Bandung, mungkin agak lupa pernah jadi remaja putri ya? Apa yang Ibu Nia alami mungkin juga pernah dialami oleh ibunda Ibu Nia. Karena bagi gadis remaja, usia 11 sampai 17 tahun adalah masa paling sulit dalam kehidupan mereka.
Salah satu contohnya nih, yang tadinya dia tidak terlalu peduli dengan bentuk badannya, sekarang mulai gelisah ketika ada temannya berucap, "Eh, kamu sekarang beratnya agak nambah ya?" Rasa percaya diri pun mulai mengikis dalam dirinya. Akibatnya, remaja putri ini menjadi uring-uringan.. Dia mulai membanding-bandingkan bentuk tubuhnya dengan teman sekelasnya, teman mainnya juga gadis seusianya yang dia temaui di mall.
Belum lagi dengan masalah haid yang bikin repot dan bikin mood mereka menjadi turun naik. Berbagai persoalan yang tiba-tiba menghampiri kesehariannya, membuat anak remaja ataupun praremaja menjadi bersikap nyebelin. Terutama bagi ibunya. Mereka menjadi suka membantah, tidak mau mendengar nasihat atau saran. Bersikap seenaknya sendiri dan kalau ditegur sedikit langsung ngambek. Atau, ini yang paling menjengkelkan: kalau ditanya hanya menjawab dengan mengangkat bahu atau menatap dengan gaya bengong!
Lalu, apakah anak gadis kita bersikap begitu didiamkan saja? Tentu tidak. Kalau kita sudah memahami latar belakang mengapa dia bersikap demikan, kita akan berusaha mengubah sikap dalam menghadapinya.
Berusaha untuk tidak selalu menyalahkan apa yang dia kerjakan, mungkin bisa menjadi usaha awal yang baik. Coba ajak bicara dengan gaya santai, seperti gaya teman seusianya bicara. Misalnya, "Teman kamu yang nyebelin itu masih suka chat sama kamu gak?"
Membuka pembicaraan santai tanpa menuduh akan membuka komunikasi yang baik. Dia akan dengan senang bercerita tentang temannya itu. Daripada misalnya, "Kamu jangan main deh sama teman kamu yang nyebelin itu, ngapaian? Nanti kamu jadi nyebelin juga kayak dia!" Ditanggung putri Anda akan malas cerita apapun tentang temannya ke Anda, karena walau temannya nyebelin dia nggak akan senang kalau ibunya menuduh temannya kurang baik.
Selain itu, usahakan untuk tidak meninggikan suara saat meminta dia mengerjakan sesuatu. Cobalah dengan nada santai dan sedikit becanda. Misalnya, supaya dia mau bereskan kamarnya yang super duper berantakan, "Kapan-kapan Mama mau bikin lomba ah, siapa yang kamarnya paling keren akan Mama tambah uang jajannya."
Demikian beberapa saran, semoga bermanfaat sehingga hubungan Anda dan putri tercinta menjadi hubungan yang manis dan penuh cinta.
« Prev Post
Next Post »